Mereka dilahirkan sebagai seorang laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin biologis. Tetapi, jalan yang membedakan mereka maskulin dan feminin adalah gabungan blog-blog bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur mereka. Setiap masyarakat dalam sistem sosialnya memiliki berbagai scripts untuk diikuti oleh anggotanya. Demikian juga masyarakat Papua, seperti mereka belajar memainkan peran feminin dan maskulin sebagaimana mereka mempelajari dan mempraktekkan bahasa mereka sendiri.
Gambar di samping sangat jelas menggambarkan bagaimana praktek-praktek aktivitas yang membedakan perempuan dan laki-laki telah terbentuk dari masa kecil. Praktek-praktek yang dilakukan anak perempuan tersebut seakan menunjukkan identitas gender mereka yaitu persepsi internal dan pengalaman mereka tentang gender, menggambarkan identifikasi psikologis di dalam otak mereka sebagai anak perempuan.
Sejak mereka dilahirkan hingga menjadi usia tua, meraka mempelajari dan mempraktikan cara-cara khusus yang telah ditentukan oleh masyarakat dalam sistem sosialnya untuk menjadi laki-laki dan perempuan. Seperangkat perilaku atau peran khusus ini mencakup bekerja di dalam dan di luar rumahtangga, tanggungjawab dalam rumahtangga, yang kemudian secara bersama-sama memoles peran gender kita dalam sistem masyarakat Papua.
Perempuan telah diajarkan dari kecil melakukan urusan memelihara, membersihkan, mengolah dan meyiapkan adalah tanggungjawab perempuan. Hal ini diaplikasikan dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan mereka berada, yaitu memelihara anjing, babi, kebun, rumah, dan anak. Perempuan yang membersihkan peralatan tumahtangga, pekarangan, memandikan anak dan hewan peliharaan, membersihkan hasil tangkapan/buruan laki-laki, memasak, mengestrak sagu, dll. Sedangkan laki-laki berusan dengan memanah, menebang, menangkap. Urusan tersebut diterapkan dalam kegiatan berperang, berburuh, menangkap ikan di laut, menebang kayu, dan kemudian laki-laki juga bertanggungjawab dalam membuka lahan, menebang sagu, membangun rumah, dll. Pekerjaan-pekerjaan tersebut lebih banyak dilakukan di luar rumah sehingga pekerjaan itu identik dengan peran laki-laki yang lebih dominan di sektor publik.
Perbedaan peran gender tersebut menjadi masalah ketika peran gender itu menghasilkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan pada satu jenis kelamin tertentu yang biasanya adalah perempuan. Mereka yang berjenis kelamin laki-laki memperoleh dan menikmati kedudukan yang lebih baik sehingga perempuan menjadi tersubordinasi, termarjinalisasi, mendapat kekerasan, beban ganda dan pelebelan/stereotyping yang negative terhadapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar