Juni 2011, saya tiba di salah satu distrik di Kabupaten Teluk Bintuni. Terlihat keceriaan anak-anak adat di Distrik Weriagar yang sedang bermain dan mandi di dalam air keruh
dan kotor. Beginilah lingkungannya, masyarakat tidak pernah merasakan air bersih, jernih dan sehat. Masyarakat terpaksa harus mengkonsumsi air keruh dan kotor untuk mandi, mencuci serta hanya mengharapkan air hujan untuk diminum. Saya pun terpaksa harus ikutan mandi dan mencuci di air tersebut selama sebulan lamanya. Tidak mengherankan jika kampung tersebut (kampung Weriagar dan Mogotira) sering terkena wabah demam berdarah, malaria dan diare.
Padahal wilayah adat mereka termasuk dalam daerah terkena
dampak langsung perusahaan BP Tangguh, namun kurang mendapat perhatian terkait air bersih yang sering mereka suarakan kepada perusahaan, sebagai bentuk kompensasi wilayah adat yang digunakan serta sebagai bentuk tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat.
Satu harapanku semoga perusahaan bisa melihat hal ini. Bukankah menggantungkan semata-mata kesehatan finansial tidak menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan? Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan juga memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan. Fakta telah menunjukkan bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul di permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan faktor tanggung jawab sosial.
Satu harapanku semoga perusahaan bisa melihat hal ini. Bukankah menggantungkan semata-mata kesehatan finansial tidak menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan? Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan juga memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan. Fakta telah menunjukkan bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul di permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan faktor tanggung jawab sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar