Tulisan
ini saya tulis berdasarkan wawancara
dengan beberapa tokoh adat Kamoro dan juga dilakukan kajian pustaka dari
beberapa laporan penelitian. Semoga bermanfaat…
WILAYAH
ADAT
Tari Semut |
Suku Kamoro mendiami wilayah
sepanjang pantai Laut Arafura Kecamatan Mimika Barat yang beribukota di Kokonao
dan Kecamatan Mimika Timur yang beribu kota di Mapuru Jaya (mengikuti wilayah administrasi Kabupaten Fak-Fak pada tahun 1990). Adapun batas-batas wilayah adat Suku Kamoro
sebagai berikut:
- Sebelah utara dibatasi Pegunungan Eneya, Pegunungan Utumuna, dan Pegunungan Naina;
- ·Sebelah timur : Desa Ottakwa
- Sebelah Selat : dibatasi laut Arafura;
- Sebelah barat : dibatasi Pegunungan Uta, Pegunungan Umare.
SUKU,
MARGA/FAM, DAN BAHASA
Suku Kamoro kurang
lebih atau 50 Marga/Fam yang bermungkim di Taparu-taparu,
Antra lain :
TAPARU-TAPARU
|
|
1
Taparu Bacea
|
2.
Taparu Waniawe
|
3.
Taparu Wakutome
|
4.
Taparu Nimii
|
5.
Taparu Aruka
|
6.
Taparu Witarawe
|
7.
Taparu (Eoe)
|
8.
Taparu Monawe
|
9.
Taparu Bugurawe
|
10. Taparu Tarawe
|
11. Taparu
Margimara
|
12. Taparu
Itimiwe
|
13. Taparu
Amaotiri
|
14. Taparu Itutum
Pare
|
15. Taparu Hirawu
|
16. Taparu
Namurun pare
|
17. Taparu Wuarpa
|
18. Taparu Peraum
Pare
|
19. Taparu Mamea
|
20. Taparu Baku
Partipi.
|
Setiap Taparu
didiami oleh beberapa marga/fam, anrata lain : Marga Kapiyau, Marga Waraopea,
Marga Aopatayu, Marga Takati, Marga Yawa, Marga Nawatipia, Marga Maipira, Marga
Natipia, Marga Pakuraro, Marga Niwa. Warga Suku Kamoro dewasa ini tidak hanya
menetap di daerahnya tetapi telah menyebar di berbagai daerah untuk merantau.
Bahasa
yang dipergunakan dalam berkomunikasi sehari-hari ialah bahasa daerah Kamoro dengan ragam
dialek yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah lainya. Misalnya
Bahasa Kamoro dialek Wanita, Kaugapu, Ottokwa, Koprapoka, Mioko dan dialek
manasari (Sempan). Pada umumnya warga
suku Kamoro dapat mempergunakan bahasa Indonesia sebagai alat berkomunikasi
kecuali warga yang tinggal di pedalaman. Dengan demikian bahasa indonesia telah
berfungsi paraktis yakni sebagai alat perhubungan antar warga dan antara suku
dalam kehidupan sehari-hari.
PERKAWINAN
Adat
perkawinan suku Kamoro berbeda dengan adat perkawinan suku amungme. Menurut adat perkawinan suku Kamoro pihak
orang tuagadislah yang menentukan dan meminang calon permai pria. Penentuan
calonmempelai pria tanpa memperhitungkan apakah sebelumnya kedua calon mempelai
ada hubungan cinta kasih atau tidak. Adapun syarat-syarat untuk menentukan
pilihan calon mempelai pria adalah sebagai berikut :
1.
Rajin bekerja;
2.
Berbudi baik dan bertanggung jawab; dan
3.
Diperkirakan sanggup memelihara
anaknya.
Apabila ketiga syarat tersebut
telah terpenuhi maka orang tua calon mempelai wanita meminang calon mempelai
pria dengan membawa sagu dan ikan. Kemudian terjadilah
musyawarah antar kedua orang tua untuk merencanakan hari pernikahan dan
pesta perkawinan yang disebut baiya mukata.
Dalam baiya mukata pihak wanita
membawa 1) tikar yang disebut utamuruk, 2) alat-alat pemangkur sagu yaitu
wapuri, wee (penapis sagu) dan yamari (pembolak balik sagu). Saat kedua mempelai dipertemukan yamari
dipegang oleh kedua ibu mempelai dan ditarik sehingga terbagi dua. Pada saat
yamari terbagi dua itulsh pernikahan sah hukumnya. Namun sebagai responden
menyatakan bahwa saat kedua mempelai dipertemukan, maka ukuma menarik tubuh
kedua mempelai sehingga tubuh kedua mempelai saling berhimpit sampai kedua
pusarnya bersentuhan. Pada saat kedua pusar mempelai bersentuhan itulah
perkawinan sah hukumnya.
Persoalan perceraian menurut adat
suku Kamoro diperiksa dan diputus oleh ukuma. Perceraian terjadi jika suami
tidak rajin bekerja atau istri bermain serong. Anak hasil perkawinan mereka
biasanya mengikuti ayahnya.
ANAK
ANGKAT.
Upacara kelahiran anak menurut
adat Kamoro disebut airu-karuru. Responden lain mengatakan imimek atau amimura
memamok. Beberapa bulan sebelum anak
lahir, sang ayah sudah mempersiapkan alat-alat pesta dan menanam keladi untuk
pesta. Menjelang kelahiran anak, suami istri harus pindah ke rumah keluarga
suami. Setelah satu bulan suami istri boleh kembali kerumah sendiri. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kesehatan sang ibu
Adat istiadat suku Kamoro mengeal
anak angkat yang disebut batiri mikiti. Cara mengangkat melalui tiga tahap.
Permintaan tahap pertama ketika bayi masih dalam kandungan. Permintaan tahap kedua ketika pemotongan tali pusar
bayi. Permintaan tahap ketiga ketika
bayi lepas menetek ibunya orang yang mengangkat anak berkewajiban memberikan
makan sampai anak tersebut diboyong oleh orang tua angkatnya.
Pada saat pengambilan anak angkat
orang tua mengganti dengan barang berharga berupa kain, kampak, dan parang yang
disebut kacak ndarak. Anak angkat diberi marga/fam sesuai dengan marga/fam ayah
angkatnya, sehingga nama marga/fam ayahnya tidak digunakan. Dalam hal warisan,
hak anak angkat sama haknya dengan anak kandung.
TANAH
Dalam hal petanahan
adat istiadat suku Kamoro mengenal tanah milik marga dan tanah milik taparu.
Batas tanah-tanah tersebut di tandai dengan amako. Walupun tanda amako pada
suatu saat hilang suku Kamoro dapat mengetahui batas-batas tanah yang dimiliki.
Tanah milik marga dan
tanah milik taparu dapat dipindahtangankan asal sebelumnya dimusyawarahkan
dalam taparo atau marga. Bila tanah tersebut dipindahkan terlebih dahulu harus
dilaksanakan upacara adat menghormati tapara mako (tuan-tuan penunggu tanah)
bentuk upacara yang dilaksanakan dengan
cara makan bersama di tempat tanah yang akan dipindahkan. Sebagian responden
menyatakan bahwa penghormatan kepada tuan-tuan penunggu tanah dengan cara
menanam uang logam, tambakau, piring, dan kain merah. Upacara ini disebut
taparu kakuru.
SENI BUDAYA
Suku Kamoro yangbertempat tinggal dipesisir pantai selatan
Papua mempunyai daerah seni yang lebih tinggi di bandingkan dengan suku lainnya,
terutama seni ukirnya. Adapun jenis seni budaya yang dimiliki suku Kamoro
sebagai berikut :
1.
Seni
Bangunan Rumah
Suku
Kamoro mempunyai beberapa bentuk rumah tradisional yang diberi nama antara lain
kapiri kame. Kapiri adalah alat penutup rumah (atap) jadi rumah tradisional
suku Kamoro banyak bentuk. Misalnya: Karapao
kame, Tauri kame, Kaota kame, Kapiri kame, dll. Disempurnakan rumah tradisional
salah satu adalah: kapiri kame.
Kapiri dibuat dari daun pandan hutan
yang kuat, lebar, dan panjang. Daun-daun pandang hutan yang telah dipotong
sesuai dengan ukuran yang dikehendaki kemudian dianyam dengan penguat “duri
ikan pari”. Setelah anyaman tersebut mencapai ukuran yang dikehendaki maka
anyaman tersebut dipakai sebagai tanda. Tetapi saying kapiri ini hanya bertahan
antara 1 sampai dengan 2 bulan saja, sehingga setiap tenggan waktu tersebut
mereka harus membuat kapiri ini.
Sekarang ini suku Kamoro
yangbermukim di daerah kokinao dan atuka tidak lagi menempati kapiri kame.
Mereka sudah membangun rumah yang permanen dengan memanfaatkan gaba-gaba
(pelepas pohon sagu) sebagai dinding dan seng sebagai atapnya.
2.
Seni
Ukir
Setelah
disebutkan diatas bahwa suku Kamoro mempunyai seni ukir yang cukup tinggi
nilianya.
Motif-motif
seni ukir tradisional suku Kamoro didasarkan pada pengalaman sejarah masa lalu.
Pengalaman sejarah yang dialaminya diekspresikan dalam bentuk seni ukir yang
indah dan mempunyai makna ritual. Jenis-jenis
seni ukir suku Kamoro antara lain :
a.
Mbitoro
Mbitoro adalah
ukir-ukiran khas suku Kamoro yang menjadi induk atau dasar dari jenis
ukir-ukiran.
Ukiran Mbitoro |
b.
Ote
kappa (tongkat)
Ote kapa adalah seni
ukir yang berbentuk tongkat. Tongkat tersebut biasanya digunakan orang
yang sudah lanjut usia.
Ada tiga motif ote yaitu
motif uema, (ruas tulang belakang), motif utur tani, (awan putih berarak),
motif upau (motif kepala manusia).
c.
Pekaro
(piring makan)
Pekaro dibuat dari
jenis kayu yang ringan sehingga sudah dibawah pada saat berkapiri.
d.
Tamate
(perisai)
Tomate ialah seni ukir
yang dibuat beberapa tingkat sesuai dengan tinggi orang yang memakainya.
Biasanya dibuat empat tingkat yang semuanya bermotif bagian-bagian tubuh buaya.
3.
Seni
Suara dan Seni Tari
Menurut legenda lama
adat kebudayaan suku Kamoro berasal dari dalam tanah dan air. Konon ceritanya
nenek moyang suku Kamoro hanya memberikan alat-alat kebudayaan dan tidak
mewariskan alat pertanian, sehingga suku Kamoro lebih pandai bermain music dari
pada mengolah tanah.
Seni tari dan seni
menyanyi oleh suku Kamoro dijadikan sebagai media dalam berbagai pesta untuk
segala kepentingan. Orang yang memiliki
keahlian menyusun syair nyanyian dan medendangkannya disebut baki piare. Baki
piare sangat peka dalam memperoleh ilham dari keadaan alam sekitarnya. Ilham
yang dapat diperolehnya
kemudian diimajinasikan dan diekspresikan dalam bentuk syair lagu. Syair
lagu itu kemudian dilagukan dengan ditimpa oleh bunyi tifa yang lembut dan
kadang-kadang menyentak irmanya. Jika Irma lagu menyentak iramanya akan
segera mendapat sahutan dari dikiare-we
(pengiring lagu) maupun jagawari pikare (penegas atau penutup lagu). Alat –
alat music yang digunakan ialah tifa atau e m e, kaeyaro (alat music dari
bambu). Kaeyaro ini bias dibunyikan dalam pesta karapao.
4. Pakaian
Paikain adat atau
tradisonal suku Kamoro dibuat dari kulit pohon paura (sejenis pohon genemo)
yang disebut waura. Waura untuk
laki-laki dipakai sebagai cawat disebut tapena.Sedang untuk perempuan disebut
auware. Waura dihias dengan biji rumput yang berwarna-warni sehingga kelihatan
indah.
PEREKONOMIAN
MASYARAKAT
Seperti
yang telah dijelaskan diatas bahwa suku Kamoro tidak mempunyai keahlian
bercocok tanam. Untuk mencakup kebutuhan hidup sehari-hari mereka memanfaatkan
sagu, keladi, pisang, sukun, dan ubin-ubin yang tumbuh secara alamiah di
taparo, di tanah marga dan hutan tanpa di tanam. Sedangkan untuk mencukupi
lauk-pauk mereka mencari ikan disungai atau di laut, dan berburu burung. Selain
itu suku Kamoro mempunyai makanan khas yang tidak dimiliki oleh suku lain yaitu
tambelo (ulat kayu sebagai obat yang kuat/sangat berkasiat).
FILSAFAT
HIDUP
Walaupun sederhana, suku Kamoro
sudah memiliki filsafat. Filsafat ini tercermin dari hidup mereka yang
berkelompok dan menyatu dalam satu atap antara lain pada saat berkapiri. Dalam
berkapiri inilah suku Kamoro terikat dalam satu ikatan kegotongroyongan dalam
taparo dan dalam marganya. Selain itu sebagian responden menyatakan bahwa suku Kamoro
memiliki “rasa cinta kasih persaudaraan” yang disebut we-iwaoto.
STRUKTUR ADAT DAN KEPEMIMPINAN
Sebelum pemerintah colonial
Belanda masuk di daerah ini suku Kamoro sudah memiliki tokoh- tokoh adat, yakni
(1) weyaiku dan (2) akwarewe. Weyaiku ialah kepalah suku sebagai tokoh adat dan
sekaligus sebagai pemimpin taparo. Sedangkan weyaiku ialah "tua adat"
dalam setiap taparo yang berperan sebagai penasehat adat dalam taparo tempat
weyaiku diangkat.
Setelah pemerintah colonial
Belanda masuk ke daerah suku Kamoro kurang lebih tahun 1930, pemerintah Belanda
mengangkat beberapa tokoh dalam pemerintahan daerah sebagai tokoh adat.
Tokoh- tokoh adat yang diangkat
pemerintah Belanda adalah:
1.
Weyaiku
atau katawe
Weyaiku
atau katawe ialah kepala suku sekaligus berperan sebagai panglima perang dan
pemimpin tertinggi di taparo- taparo. Selain kedua peran tersebut, di mata
masyarakat weyaiku dianggap sebagai pemimpin tertinggi baik di bidang
pemerintahan maupun dalam adat masyarakat.
2. Ndati
Ndati
atau raja adalah weyaiku yang diangkat secarea formal oleh pemerintah sebagai
pemimpin tertinggi yang paling dihormati yang bertugas memimpin dan menguasai
seluruh warga suku Kamoro.
3.
Wakare
Wakare adalah wakil raja yang
melaksanakan tugas- tugas raja apabila raja berhalangan.
4.
Mbayora
Mbayora
ialah tokoh yang memimpin masyarakat atau Ayupiti dan memimpin taparo-
taparo sebagai kepala kampung.
5.
Kapitana
Kapitana
ialah tokoh yang memimpin ayupiti dalam kelompok yang lebih kecil yang berperan
sebagai RW.
6.
Ukuma
Ukuma
ialah tokoh yang mempunyai tugas istimewah atas pemerintah weyaiku. Ukuma
bertugas mengadili dan memutuskan perkara- perkara. Jabatan ukuma serupa dengan
jabatan hakim.
Selain tokoh-
tokoh adat di atas dikenal juga tokoh- tokoh adat berdasarkan bakat dan
keahlian yang dimiliki oleh tokoh- tokoh adat, yaitu
1.
Kakuruwe yaitu orang yang berperan
dalam mengatur pesta;
2.
Tauriwe yaitu orang yang ahli mengatur
tari- tarian;
3.
Bakipiakare yaitu orang yang ahli dalam
bidang nyanyi- nyanyian, yang terdiri atas
a.
Bakiawe yaitu ahli menyanyi tipa duduk;
b.
Tauwe yaitu menyanyi dalam karapau;
c.
Ndikiarawe yaitu pengiring penyanyi;
dan
d.
Yawari pikare yaitu penegas lagu.
4.
Amotawe pengatur sagu;
5.
Opakowe pengatur pesta adat sukun;
6.
Kawe pengatur pisang; dan
7.
Rawe pengatur ikan.
PEMILIHAN
TOKOH-TOKOH ADAT DAN UPACARA PENOBATAN
a. Cara Memilih Tokoh-tokoh Adat
Menurut
adat-istiadat suuku Kamoro tidak semua orang dapat dipilih menjadi tokoh adat
atauu weyaiku. Yang dapat dicankan sebagai weyaiku. Hanya laki-laki yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Ahli perang di sungai atau di ari;
2.
Tangkas dan pemberani; dan
3.
Bias membina dan melindungi masyarakat.
Untuk memilih calon weyaiku
terlebih dahulu diadakan taparo. Tokoh-tokoh Adat dari setiap tparo bermuswarah
untuk memilih seorang laki-laki yang memnuhi syarat. Untuk memilih seseorang
menjadi wyaiku penilainnya tidak hanya saat berlangung musyawarah, tetapi penilainnya mencakup
karakter seseorang sejak kecil hingga dewasa.
b.
Upacara Penobatan
Setelah
calon weyaiku terpilih dan disepakati oleh tokoh-tokoh adat langkah selanjutnya
mempersiapkan upacara penobatan weyaiku Hal-hal yang dipersiapkan antara lain
peralatan upacara penobatan dan bahan makanan. Untuk keperluan pesta biasanya
jauh-jauh sebelumnya masyarakat menanam “keladi khusus”.
Penobatan weyaiku dilaksanakan di
tempat terbuka, disaksiakn oleh masyarkat. Tua-tua adat bermusyawarah untuk
mufakat menobatkan calon weyaiku menjadi weyaiku.
Pada
saat penobatan calon weyaiku memakai busana sebagai berikut:
1. Cawat yang terbuat dari kulit kayu yang
berwarna kemerah-merahan;
2. Kalung yang dihas dengan bulu burung
kasuari;
3. Badan dan wajah dihias dengan kapur;
4. Bulu burung kasuari dan taring babi
yang dipakai pada lengan tangan;
5. Bulu burung kasuari dipakai pada kedua
pergelangan tangan.
6. Tuuni adalah topi yang dianyam dengan
tali rotan (tali khusus) yang dihiasi dengan bulu burung cendrawasih yang
dipasang di atas kepala sebagai tanda kebesaran (we-weyaiku) artinya lambing
kekuasaan.
Sebagai
lambang kekuasaan weyaiku pada saat penobatan tokoh-tokoh adat menyerahkan
“tongkat komando” yang disebut pokai. Pokai terbuat dari kayu sejenis pohon
nangka dalam bahasa daerah disebut pokai bakiro yang dihiasi bulu bangau,
daun-daun, dan kasuari.