Jayapura, Juni 2014. Saat itu saya sedang hendak makan siang di sebuah warung, tepatnya di samping terminal taxi yang dulunya merupakan bekas taman Mesran Jayapura. Sambil menunggu pesanan menu ikan bakar saya, tak sengaja pandangan mata saya mengarah ke muara sungai Ampera. Sebuah sungai yang terletak dijantung kota Jayapura.
Sebuah pemandangan yang sangat mengiris hati saya, rasa lapar saya hilang sekejap. Yang ada hanya rasa penasaran untuk mengambil foto dan menanyakan kepada mereka, sedang apa para perempuan-perempuan itu disana?? Memancing dengan peralatan sederhana (matakail, nelon yang diikatkan pada sebuah kayu/bambu). Perempuan-perempuan itu berdiri dan berendam berjam-jam di air sungai yang keruh, penuh dengan limbah kota Jayapura dan ditemani terikan panas matahari yang begitu menyengat.
Tak menunggu waktu yang lama, saya lalu menghampiri mereka dan memotret aktivitas mereka. Ketika saya melihat hasil foto ini, berbagai persepsi tentang foto ini muncul dibenak saya. Di tengah-tengah perkembangan kota Jayapura yang penuh dengan gedung-gedung bertingkat, seakan menunjukan modernnya kota ini. Ternyata masih terdapat beberapa perempuan miskin yang sedang mencari nafkah di tengah-tengah limbah kota ini. Mereka adalah perempuan-perempuan asli Papua, yang seharusnya menjadi penikmat hasil pembangunan di daerahnya.
Sayangnya, yang terjadi dibalik pesatnya pembangunan kota ini adalah ketimpangan pembangunan dan ketidak-merataan pembangunan. Dengan demikian, untuk siapa pembangunan ini? siapakah pihak yang paling diuntungkan dan siapakan pihak yang paling dirugikan ketika perkembangan kota ini semakin meningkat? yang jelas, kelompok perempuan Papua yang paling dirugikan.
Perempuan-perempuan di dalam foto diatas pada umumnya berpendidikan rendah hanya tamat SD, suami merekapun berpendidikan rendah sehingga tidak mampu bersaing dalam pasar tenaga kerja di Kota Jayapura. Bahkan ada juga janda yang menjadi tulang punggung keluarga. Yang jelas, jika perempuan-perempuan Papua seperti mereka ini tidak diberdayakan, maka mereka akan
semakin terperangkap dalam jerat kemiskinan akibat perkembangan
pembangunan. Jika mereka ini memiliki pendidikan yang tinggi, mempunyai jiwa kewirausahaan, mungkin mereka dapat bersaing dan beradaptasi dengan lajunya perkembangan ekonomi kota. Jika tidak, maka mungkin mereka ini akan semakin terpuruk di bawah garus kemiskinan. Tak mampu bersaing karena tak ada daya dan kekuatan dalam diri mereka untuk maju jika tidak diintervensi dengan program pemerintah yang menyentuh langsung ke mereka. Mereka ini kaum yang harus di perhatikan, mereka memiliki hak yang lebih besar untuk menikmati pembangunan di Papua karena mereka adalah perempuan-perempuan asli Papua yang mempunyai tanah Papua.